Glory Leicester City, The New King of England.
Sebuah anomali terjadi di liga inggris musim dimana klub yang beberapa musim lalu masuk kategori klub semenjana kini menjelma menjadi klub papan atas dan menjuarai Barclays Premier League 2015/2016.
Prestasi ini tentunya membuat dunia sepakbola seantero dunia heran dan terkejut melihat penampilan The Fox yang diarsiteki Claudio ranieri.
Siapa yang kenal Jamie Vardy, Riyad Mahrez, Kasper Schmeichel atau pemain yang namanya unik yaitu Drinkwater musim lalu.
Kini mereka menjadi kekuatan luar biasa hingga mampu membawa Leicester juara untuk pertama kalinya. Musim ini Leicester hanya kalah 3 kali dan terakhir menelan kekalahan pada januari oleh Arsenal di London.
Apa yang diperlihatkan oleh pasukan Ranieri sangat impresif dan memang layak untuk mengangkat rofi BPL musim ini.
Kejutan juara baru ini mengulang kembali memori Blackburn Rovers yang dulu dihuni Alan Shearer juara di tahun 1995 dan menghentikan dominasi MU kala itu.
Bagaimana tim sekelas Leicester yang musim lalu berkutat menjauhi degradasi kini malah bisa melesat seperti roket melewati tim-tim papan atas yang tentunya sudah menggelontorkan jutaan dollar untuk merekrut pemain kelas dunia?
Total musim ini The Foxes hanya menghabiskan anggaran belanja pemain sekitar 27 juta dollar, bandingkan dengan MU yang mengeluarkan nilai sedemikian hanya untuk membeli seorang Memphis Depay yang nyatanya malah melempem dan tidak berkontribusi apa-apa. Semua penggemar bola di dunia tentu senang dan memberikan penghormatan terhadap prestasi Leicester City musim ini.
Leicester city setidaknya memberikan pelajaran kehidupan bagi kita diantaranya;
1. Uang bukan jaminan
Sejak bisnis sepakbola berkembang satu decade lalu, hanya klub-klub besar dan sudah mapan yang mampu bersaing di papan atas.
Kapitalisme dalam sepakbola membuat tim-tim besar dengan mudahnya dapat merekrut pemain kelas dunia dengan uang yang mereka miliki. Tahun ini Leicester memberikan sebuah pelajaran bahwa dengan minim anggaran pun, klub dapat meraih juara dengan kerja keras tim.
2. Sukses hak setiap orang
Ya, sukses itu tidak hanya milik kaum-kaum berkantong tebal saja. Setiap orang yang berusaha keras dan gigih maka pada satu titik ia akan menemui takdirnya sendiri.
Tentu tidak ada yang menyangka di awal bahwa tim yang baru promosi dari divisi 2 dua tahun lalu akan menjadi raja di inggris di akhir musim. Jadi sukses hak setiap orang dan tinggal anda sendiri yang menentukan jalan menuju sukses tersebut.
3. Kesempatan harus dieksekusi maksimal
Di musim ini beberapa tim elit BPL seperti MU, Arsenal, City dan Chelsea mengalami mengalami penurunan performa dan kesempatan inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh Leicester City untuk mencuri title BPL.
Bayangkan saja Leicester berhasil menghancurkan Man. City di Ettihad stadium dengan skor 3-1, sesuatu yang jarang sekali terjadi.
4. Tetap konsisten dan tidak cepat puas
Sejak memuncaki klasmen di pekan ke 19, Leicester tidak tergoyahkan sama sekali hingga akhir musim dan juara dengan selisih poin lebih dari 10 dari peringkat kedua Arsenal.
Artinya mereka konsisten menampilkan permainan di lapangan. Konsistensi inilah yang membuat mereka merasakan title BPL untuk pertama kali. Tim sekelas Liverpool saja belum pernah mengangkat trofi BPL hingga saat ini.
5. Sabar
Trofi BPLtahun ini merupakan trofi pertama klub setelah lebih dari satu abad berdiri. Artinya perlu waktu lama untuk meraih suatu kesuksesan alias tidak instan. Kesabaran adalah salah satu faktor dalam menggapai kesuksesan.
Sang arsitek Ranieri juga merupakan pelatih tertua (64 tahun) yang baru menjuarai BPL. Sebelumnya ia pernah menangani Chelsea dan dipecat karena hanya mampu finish runner up dan digantikan Mourinho. Buah kesabaran Ranieri kini sudah ditangan yaitu title BPL bersama tim fantastis.
Itulah beberapa pelajaran yang bisa diambil dari Jamie Vardy cs dan semoga kita juga bisa meniru kerja keras dan kesuksesan mereka di bidang kehidupan lainnya tentunya.
Tinggal kita melihat bagaimana magic Vardy dkk bagi timnas Inggris di Euro 2016. Salam Bola.