Dalam geografi tentunya istilah "lokasi" merupakan konsep utama yang selalu menjadi perhatian utama saat belajar geografi.
Dengan demikian Teori-Teori Lokasi banyak bermunculan di dunia geografi untuk menjabarkan fenomena yang terjadi di setiap wilayah dari sudut pandang lokasi.
Dari sekian banyak teori lokasi dan teori perwilayahan yang telah ada, beberapa diantaranya adalah Von Thunen (1826), A. Weber (1909), Christaller (1933), A. Losch (1944), Perroux (1955), Issard (1956) dan Friedman (1964).
Von Thunen mengembangkan hubungan antara perbedaan lokasi pada tata ruang (spatial location) dan pola penggunaan lahan.
Menurut Von Thunen jenis pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh tingkat sewa lahan dan didasarkan pula pada aksesibilitas relatif.
Lokasi berbagai jenis produksi pertanian ditentukan oleh kaitan antara harga barang-barang hasil dalam pasar dan jarak antara daerah produksi dengan pasar penjualan.
Kegiatan yang mampu menghasilkan panen fisik tertinggi per hektar akan ditempatkan pada kawasan konsentris yang pertama di sekitar kota karena keuntungan yang tinggi per hektar memungkinkan untuk membayar sewa lahan yang lebih tinggi. Semakin besar produktifitas maka sewa semakin tinggi.
Analisis lokasi Von Thunen ternyata mendapatkan perhatian dari Alfred Weber. Weber menekankan pentingya biaya angkut atau transportasi sebagai faktor pertimbangan lokasi. Teori Weber menekankan dua kekuatan primer yaitu orientasi transportasi dan tenaga kerja.
Weber mengembangkan pula dasar-dasar analisis wilayah pasar dan seorang ahli lokasi pertama yang mengemukakan istilah aglomerasi.
Pemikirannya telah memberikan sumbangsih ilmiah dalam berbagai aspek diantaranya bagaimana cara penentuan lokasi optmimum dan kontribusnya yang penting dalam pengembangan wilayah yaitu tentang munculnya pusat-pusat kegiatan ekonomi atau industri.
Sementara itu August Locsh menampilkan pengertian wilayah pasar sederhana, jaringan wilayah pasar dan sistem jaringan wilayah pasar. Prasarana transportasi adalah unsur pengikat wilayah pasar.
Unit-unit produksi pada dasarnya ditempatkan di pusat pasar yang juga merupakan pusat kaum urban (pendatang). Perusahaan atau pelaku industri akan memilih lokasinya pada tempat permintaan maksimum (Loschian demand cone theory)
Hierarki Teori Tempat Sentral, pic:https://www.e-education.psu.edu/ |
Sementara itu, struktur hierarki tempat sentral Walter Christaller, Isard telah menekankan pentingnya kedudukan pusat-pusat urban tingkat nasional (metropolis) dalam kaitannya dengan aglomerasi industri.
Isard mengembangkan gejala locational economies (penghematan ekonomi) sebagai akibat dari pengaruh suatu lokasi. Urutan besarnya peranan kota dapat ditentukan dengan merangking pusat-pusat tersebut berdasarkan jumlah penduduknya.
Sementara itu Perroux merupakan peletak dasar bentuk konkrit dari sebuah aglomerasi.
Ia berpendapat bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di segala wilayah namun di wilayah tertentu saja yang memiliki industri pendorong (propulsive industries) sebagai kutub pertumbuhan wilayah.
Namun teori ini tidak dikategorikan dalam teori lokasi meski memiliki alternatif penjabaran mengenai lokasi.
Dimensi geografis telah dimasukan ke dalam pengaruh kutub pengembangan. Antara kota dan pedesaan terdapat kaitan yang sangat erat dimana satu sama lainnya saling melengkapi.
Friedman kemudian menampilkan konsep wilayah inti (core region). Wilayah inti adalah wilayah yang memiliki fungsi dominan terhadap pengembangan wilayah di sekitarnya misalnya sebagai pusat pemerintahan dan industri.
Wilayah yang melingkari inti ini dinamakan wilayah pinggiran.
Kesimpulan dari beberapa teori lokasi di atas adalah pemilihan lokasi untuk unit industri atau produksi pada prinsipnya dipengaruhi oleh lokasi bahan baku dan pangsa pasarnya. Indikator yang digunakan macam-macam seperti biaya trasport minimum, ketersediaan sumber daya air, energi, listrik yang dapat menghemat biaya produksi.
Dimensi wilayah dan aspek tata ruang telah dimasukan sebagai variabel tambahan dalam perencanaan pembangunan.