Pada tahun 1968, Harry Hess seorang ahli geologi dari Universitas Princeton berhasil menghubung-hubungkan kerangka utama tektonik lempeng untuk menerangkan bagaimana kerja bumi. Hess menganut hipotesis ekspansi konvensional.
Teori tersebut menyatakan bahwa bumi pada mulanya terbentuk dari zarah renik dan gas yang mengerut dan kemudian mengalami proses pemanasan radioaktif serta pelelehan sebagian. Unsur-unsur yang berat cenderung mengalir ke teras pusat.
Sementara itu, bahan yang lebih ringan berkumpul dalam beberapa lapisan luar dan kebanyakan membentuk selubung bumi.
Para ahli seismologi sudah memilah-milah semua lapisan ini atas dasar perbedaan kecepatannya dalam menghantarkan getaran gempa.
Hess menambahkan hipotesis Wegener, bahwa benua tidak hanyut ke sana kemari seperti es terapung melainkan tertanam kuat pada basalt dasar samudra seperti batang kayu yang membeku dalam es.
Menurut Hess, yang bergerak adalah esnya.
Sejak saat itu, pusat perhatian teori Hess beralih dari benua ke dasar samudra. Dasar samudra yang baru terns menerus didesak ke atas oleh astenosfer yang panas pada pematang tengah samudra.
Pematang ini sebenarnya merupakan bibir yang terbentuk pada kedua sisi celah di dalam bumi tempat bahan panas selubung bumi tertekan ke luar.
Bahan ini kemudian mendingin dan mengeras dalam litosfer, serta mematrikan dirinya ke tepi lempengan litosfer pada kedua sisi retakan.
Dengan meluncur di atas astenosfer, bahan tersebut bergerak ke bawah dari pematang tengah samudra dan bergerak bersama lempengan melintasi dasar laut dengan kecepatan 1,5 sampai 7,5 cm per tahun.
Proses ini oleh Hess disebut “perluasan dasar laut”. Pertanyaan berikutnya, gaya apakah yang menjalankan mekanisme raksasa ini? Hess mengemukakan bahwa panas dari bagian dalam bumi menimbulkan arus konveksi lambat dalam selubung. Hess yakin bahwa arus konveksi
Berikut ini adalah gambar arus konveksi. Gambar: disini
Arus konveksi yang terjadi di bagian bawah lapisan litosfer menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng yang berlangsung di bawah lempengan litosfer tenyeret lempengan ini mengikutinya. Inilah yang disebut “ban berjalan”.
Di Samudra Atlantik, “ban berjalan" di dasar laut ini bergerak dengan kecepatan sekitar 1,3 cm per tahun. Kecepatan ini cukup untuk membuka Samudra Atlantik dalam jangka waktu geologi yang singkat, sekitar 200 juta tahun (umur bumi diperkirakan sekitar 4,6 milyar tahun).
Dibandingkan dengan kecepatan ini, beberapa bagian dasar Samudra Pasifik nampaknya bergerak lebih cepat. Berdasarkan kenyataan tersebut dihasilkan kesimpulan sementara yang menyatakan bahwa arus konveksi merupakan pemicu gerakan lempengan.
Setelah gagasan Hess tentang perluasan dasar laut yang provokatif diterima, lambat laun gagasan tersebut diperluas menjadi Teori Tektonik Lempeng yang lebih menyeluruh untuk menjelaskan sejumlah gejala geologis yang saling berkaitan.
Para ahli geofisika sekarang yakin bahwa bagian luar bumi terbentuk oieh sekitar enam lempengan besar dan sekurang-kurangnya delapan lempengan kecil yang bergerak sendiri-sendiri.
Lempengan-lempengan tersebut saling bertemu di sepanjang tiga tipe garis tepi yang berbeda-beda.