Wacana Pemindahan Ibukota Jakarta ke Luar Jawa, Serius? - Geograph88

Wacana Pemindahan Ibukota Jakarta ke Luar Jawa, Serius?

Wacana Pemindahan Ibukota Jakarta ke Luar Jawa, Serius?
Beberapa waktu lalu presiden Jokowi mengeluarkan statement di rapat terbatas terkait pemindahan ibukota Jakarta.

Lho kok dipindahin memangnya kenapa?. Presiden merasa persoalan banjir dan kemacetan di Jakarta sudah parah dan membuat kerugian besar hingga triliunan per tahun. Lalu salah siapa sih sebenarnya Jakarta ini?.

Tenang gak usah salah menyalahkan dulu, kita ulas dulu secara sejarah dan geografis supaya bisa tahu awal mulanya.

Padahal dulu saat jabat gubernur DKI pak presiden pernah berkata "persoalan banjir dan kemacetan lebih mudah diatas kalau saya jadi presiden", ups..tapi ya sudahlah, ternyata faktanya memang susah ya pak ngurus Jakarta itu.

Oke berbicara tentang Jakarta maka persoalannya bisa dilihat dari sejarah, geografi dan sosiologi dan ini memang sangat kompleks.

Saya sering naik motor ke Jakarta karena rumah di Bekasi dan melihat memang ada yang gak beres dengan tata kota ini baik dari sisi fisik maupun sosial.

Sungai yang banyak sampah, macet dimana-mana, terlalu banyak kendaraan pribadi, banjir, rob, Kota Tua yang bau comberan (beneran lho pas saya nongkrong di sekitaran kota tua bau banget comberan).

Oke lalu kenapa sih Jakarta jadi padat dan bermasalah seperti ini?. Cerita sejarah singkatnya gini, dulu wilayah Jakarta itu masuk kekuasaan Tarumanegara.

Nah di jaman kerajaan ini pun ternyata daerah Jakarta sudah banjir lho?. Buktinya ada prasasti Tugu peninggalan Tarumanegara yang menceritakan pembangunan saluran air Chandrabaga dan Ghomati. Jadi raja Tarumanegara dulu itu menjadi pelopor proyek antisipasi banjir wilayah Jakarta.

Wilayah Jakarta adalah wilayah dataran rendah dengan belasan sungai bermuara dan banyak rawa-rawa. Makanya kenapa banyak nama wilayah Rawa Buaya, Rawa Bokor, dan Rawa-Rawa lainnya.

Itu asal muasal toponomi (penamaan) wilayahnya. Jadi jelas bahwa udah dari dulu Jakarta banjir karena faktor geografisnya punya kerentanan begitu.

Lanjut lagi saat masa kolonialisme Belanda, dulu VOC mendesain pusat dagang di wilayah timur/Ambon karena merupakan sumber rempah-rempah.

Lalu pas pemerintahan Gubernur Jan Pieterzon Coen yang bertangan besi dipindah lah pusat dagang ke Batavia.

Seorang staf penerangan Amerika sudah memberikan kritik terkait pemindahan pusat dagang tersebut karena daerah Batavia adalah rawa dan jika pembangunan pesat disini maka akan memicu banjir dan membuat pusing gubernur-gubernur yang menjabat selanjutnya.

Tapi hal ini gak digubris gubernur VOC tersebut, akhirnya banjir selalu terjadi di masa kolonial VOC sampai sekarang.

Total ada 66 gubernur VOC yang GAGAL TOTAL alias gak bisa menyelesaikan masalah banjir Jakarta. Nah lho Belanda aja gak bisa ngurus, kita sekarang ribut nyalahin gubernur, piye to?
Gundukan sampah saat banjir di Jakarta
Oke jadi sudah jelas ya bahwa sejarah mencatat bahwa banjir itu sejak dulu sudah terjadi dan sekarang adalah warisannya.

Kemudian lanjut ke masalah kedua yaitu kemacetan yang membuat kita semakin stres. Kok bisa macet gitu ya?.

Kunci utama adalah pada penduduk baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Jakarta punya populasi 10 juta dan tiap hari orang-orang ini bermobilitas di jalan yang sama, ya pasti macet lah.

Pembangunan kota Jakarta juga tumpang tindih dari pusat pemerintahan, dagang, industri berat semua dicampur akhirnya membuat kekacauan.

Jadi memang grand desain Jakarta itu tidak ada sehingga kita sekarang kena batunya. Pembangunan pesat membuat daratan Jakarta turun sehingga berpotensi tenggelam dalam dekade ke depan.

Jumlah penduduk Jakarta semakin pesat karena arus urbanisasi yang dimulai sejak era orde baru. Urbanisasi tak terkendali sehingga Jakarta semakin padat dan kemacetan adalah hasil dari overpopulasi.

Kan ada transportasi massa?.  Jumlah moda transportasi massa saat ini tidak sebanding dengan populasi bro.

Selain itu yang gak kalah penting adalah kebijakan pemerintahnya yang gagal mendesain arah pembangunan kota.

Mobil murah, motor murah, kredit, kesalahan tata kota dll adalah bagian yang tak terhindarkan dari gagalnya Jakarta menjadi kota ideal.

Belum lagi mentalitas masyarakat yang masih rendah seperti sering serobot, dagang di trotoar, parkir di bahu jalan dan lainnya.

Soekarno dulu pernah mewacanakan pemindahan ibukota ke Palngkaraya namun karena infrastruktur disana masih minim ditambah keuangan negara belum ada karena baru merdeka maka hal ini tidak diwujudkan.

Nah sekarang wacana kembali bergulir setelah presiden pusing melihat ruwetnya Jakarta. Lantas apakah hal ini akan terwujud?.

Biaya pemindahan ibukota mencapai 500 triliun dan bisa lebih. Pemerintah harus mendesain ibukota baru secara akurat, handal dan berwawasan lingkungan.

Jangan sampai pusat pemerintahan baru menjadi Jakarta kedua jika tidak direncanakan matang. Ada beberapa negara yang sudah memindahkan ibukota ke kota lain seperti Brasil dan Malaysia.

Indonesia harus belajar dari kedua negara ini jika tak ingin kasus Jakarta terulang. Indonesia harus membangun pusat-pusat pertumbuhan baru agar konsentrasi penduduk tidak lagi ke Jabodetabek karena megapolitan ini sudah overpopulasi dan menurut beberapa ahli tata kota, Jakarta akan stuck 5-10 tahun ke depan jika hal ini tidak diantisipasi.

Sudah ya, lumayan pegel juga nulisnya, semoga ada solusi untuk mengurangi masalah-masalah di Jakarta meskipun nanti pada akhirnya ibukota jadi dipindahkan.

Sumber: 
Shahab, Alwi. 2009. Batavia Kota Banjir. Jakarta: Republika 
Blackburn, Susan. 2011. Jakarta Sejarah 400 Tahun. Jakarta: Komunitas Bambu
close