Faktor dan Sejarah Terbentuknya Slum Area (Area Kumuh Kota) - Geograph88

Faktor dan Sejarah Terbentuknya Slum Area (Area Kumuh Kota)

Faktor dan Sejarah Terbentuknya Slum Area (Area Kumuh Kota)
Pernahkah kalian melihat deretan pemukiman kumuh di pinggir sungai/bawah kolong jembatan atau tempat lain di daerah perkotaan?

Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Tentunya hal ini berkaitan erat dengan interaksi desa dengan kota. 

Kota secara kasat mata menjadi daya tarik yang besar bagi kaum-kaum di pinggiran. 

Banyak dari mereka yang tergoda untuk pergi ke kota meski tanpa modal keahlian apapun. Migrasi desa kota yang sifatnya massal, ditambah dengan pertumbuhan penduduk alami yang dimiliki kota itu sendiri, serta kesulitan pendatang untuk menemukan pekerjaan yang menjamin hidup berkecukupan, kesemuanya itu telah melahirkan situasi miskinnya kebanyakan penghuni di kota. 

Mereka tak ada uang untuk mendirikan rumah tinggal sehingga mereka terpaksa hidup di sembarang tempat. muncullah perkampungan yang berisi gubuk-gubuk dari bahan kertas karton, tripleks, besi, kaleng, plastik dan sebagainya. A

da juga orang-orang yang terpaksa tidur di los pasar, terminal bus, trotoar dan dibawah jembatan.

Setiap negara memiliki istilahnya sendiri untuk perkampungan miskin yang serba liar itu dan di Indonesia disebut daerah kumuh. 

Dalam bahasa geografi perkotaan pada umumnya lebih disukai kata Bidonvilles (bahasa perancis) dan kadangkala disebut Shanty Towns dalam bahasa Inggris.

Shanty town berasal dati Amerika Serikat pada dasawarsa 30an ketika krisis ekonomi mendorong munculnya kampung-kampung kaum miskin di berbagai kota di sana. 

Jika masih ada saat ini, istilah slum lebih berarti "kampung jorok" yaitu bagian kota yang gedung-gedungnya telah tua dan ditinggal penghuninya sehingga tidak terawat dan kusam. 

Sebelum pemerintah membongkarnya untuk diganti dengan bangunan lain, gedung tersebut cepat didiami oleh kaum miskin dan di sana sekaligus menjadi pusat  kriminal.
Juppenlatz seorang berkebangsaan Australia pernah melakukan riset terhadap kota di negara-negara berkembang dan hasilnya pertumbuhan tahunan jumlah penduduk slum area lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk kota yaitu diatas 6%.

Hal tersebutlah yang dinamakan urban catastrophe atau bencana perkotaan. Mengapa kita kaget melihat kepincangan kota yang berupa pemukiman kumuh di negeri Indonesia?. Karena orang Indonesia menganggap bahwa kota sebagai pusat kemajuan dan kesejahteraan tak layak memiliki gejala tersebut padahal kesengsaraan ini juga terdapat di pedesaan. 

Dari sanalah mereka tergiring untuk pergi ke kota dengan berbagai harapan dan impian yang semu. Masalah kemiskinan kota jelas tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terjadi di pedesaan.


Slum Area 
Slum Area

Geograf Prancis George (1970) dalam menelaah kehidupan di Bidonvilles dan kerumitan permasalahannya menyimpulkan bahwa keterlambatan pemerintah di berbagai negeri di dunia ketiga dalam menambah persediaan perumahan bagi pendatang baru di perkotaan, menyebabkan telah terjadinya perkembangan lanjut dari komplek bidonvilles. 

Di samping akibat meluasnya akibat negatif yakni kemiskinan penghuninya, ada juga kemajuan fisiknya, karena tak semua orang yang  masuk ke wilayah tersebut adalah orang miskin. 

Pendatang yang memiliki pekerjaan tetap dan uang cukup pun ikut mendirikan rumah disana. Mereka seringkali mendidik dan memimpin kaum miskin untuk hidup teratur, sehingga lahir semacam perkampungan yang agak normal.

Apabila pemecahan masalah bidonvilles hanya berupa pemindahan ke kompleks lain, dimana penghuni mendapatkan tanah baru untuk mereka beli, hanya yang mampu saja yang dapat selamat, tulis George. 

Lagi pula di tempat baru para pekerja di sektor informal menjadi dijauhkan dari lokasi kegiatan mereka sehari-hari sehingga mungkin menjadi penganggur dan lebih miskin lagi dibandingkan dengan semula. Pemecahan masalah bidonvilles dimana-mana memang tak mudah.

Sumber dan Gambar:
Geografi Desa Kota. Daldjoeni.
Interaksi Desa Kota. Bintarto
disini
disini
close