Jadi ceritanya tahun lalu saya liburan ke jogjakarta sambil study tour di desa wisata tanjung ngaglik sleman.
Acara di sana adalah live ini anak-anak selama 3 hari. Saya lalu berencana mengunjungi orang tua saya di Bantul.
Karena jarak yang jauh maka saya putuskan naik ojek online saja, bebas macet. Singkat cerita saya pesan gojek pertama, jadi karena jaraknya lebih dari 25 km maka harus dua kali order.
Order pertama dari ngaglik ke pojok benteng wetan. Sepanjang jalan driver ini tidak terlalu banyak ngomong, the silent man.
Perjalanan dari ngaglik ke pojok benteng wetan ditempuh selama 45 menitan. Lalu saya order ojek lagi dan mendapatkan driver bapak-bapak. Sepanjang perjalanan bapak driver ini selalu membuka percakapan, enak dan gak bosen di jalan.
Dia lalu bercerita tentang pendidikan di Indonesia saat ini. Pertama dia nanya profesi saya dan saya jawab guru. Setelah itu percakapan mulai melebar kemana-mana.
Driver ojek ini juga ternyata seorang pengamat pendidikan. Jadi dari mulai jalan parangtiritis sampai rumah di bantul, saya terus mendengarkan cerita sang driver.
Ngojek itu asik |
Sang driver bercerita pertama tentang sistem pendidikan di indonesia yang gak jelas. Anaknya merasa sekarang sulit sekali mendapatkan pendidikan agama karena TPA pada tutup dan berganti dengan PAUD.
Kebijakan jam sekolah pun dia sangat keberatan dan tidak senang dengan pemadatan jadwal Senin - Jumat dan sabtu libur. Ia melihat anaknya sangat letih sekali sepulang sekolah, gak sama saat aturan jadwal sekolah senin sampai sabtu.
Katanya saya lebih memilih pendidikan agama saja daripada dunia. Menurut saya sih tidak tepat karena harus imbang antara dunia dan akhirat.
Ia berharap kurikulum pendidikan tidak gonta ganti dalam waktu singkat. Kedua, dia berbicara tentang bedanya anak kuliahan jaman sekarang dengan jaman dulu. Jaman sekarang dari kost ke kampus yang dekat aja pesen gojek alias malas jalan.
Katanya dulu salah satu universitas negeri terkemuka di jogja sama sekali gak terkenal, namun sekarang kok sangat cepat berkembang pesat.
Mahasiswanya pakai mobil dan gaya nya borju banget deh. Ia berujar dulu mahasiswa tampilannya biasa-biasa saja berbeda dengan sekarang.
Ohh..gitu ya pak. Saya hanya manggut-manggut aja dengerin driver ngedalang sepanjang jalan Paris. Akhirnya jarak yang jauh terasa dekat karena gak berasa ngobrol terus sepanjang jalan.
Begitu lah pengalaman saya naik ojek online di Jogja. Ternyata masyarakat kita memiliki daya kritis terhadap sebuah kebijakan atau fenomena.
Terbukti bapak-bapak driver ojek juga bisa mengamati lalu menganalisa sebuah fenomena meskipun memang tidak sepenuhnya benar.