Acara wisuda pada dasarnya merupakan seremoni saat seorang mahasiswa telah melalui pendidikan di jenjang kuliah.
Mahasiswa yang telah berjuang menyelesaikan skripsi, tesis, desertasi dan mempertahankannya dalam sidang maka ia berarti telah menjadi seorang yang handal dan berhak diwisuda.
Akan tetapi saat ini wisuda menjadi kegiatan yang dilakukan oleh semua jenjang mulai dari TK, SD, SMP dan SMA.
Saya sendiri heran mengapa hal ini bisa terjadi, karena menurut hemat saya tidak perlu dan terkesan boros biaya. Saya pun tidak pernah melakukan sesi wisuda dari SD, SMP, SMA dan hanya acara biasa saja tanpa harus siapin toga lah dll yang hanya sekali pakai saja.
Dilihat dari sisi hukum memang ada permendikbud (no 5 Tahun 2015) yang menjelaskan bahwa kriteria kelulusan peserta didik dan penyelenggaraannya tanpa menyentuh anak-anak itu harus mengikuti berbagai kegiatan wisuda pada tiap jenjang PAUD, SD, SMP dan SMA.
Jadi simpulannya memang wisuda pada jenjang sekolah boleh dilakukan namun tentu harus dipertimbangkan dulu dan dirundingkan dengan komite sekolah.
Kalau untuk sekolah yang berkelas borju mungkin semua orang tuanya mampu untuk membayatr biaya wisuda, namun untuk sekolah yang biasa-biasa saja pasti ada beberapa orang tua yang keberatan.
Saya pernah memiliki pengalaman wisuda yang menjengkelkan. Pertama saat acara wisuda salah satu sekolah SMA, saya duduk di depan bersama dewan guru.
Saat itu penasihat yayasan yang kebetulan mantan paspampres ngomelin guru depan siswa dan orang tua siswa karena acara wisuda telat. Saya sebagai guru merasa jengkel, gila depan orang tua dimarahin disalahin.
Kami ini guru yang mendidik anak-anak hingga bisa sampai lulus, goblok tenan alias janchuk dalam hati ini orang. Harga diri saya sebagai guru terhina dengan dimaki depan orang tua pada acara sebesar wisuda. Jadi memang menurut saya wisuda itu buang-buang duit saja dan acara gaya-gayaan saja.
Kedua nih setelah saya resign dari sekolah sebelumnya, di sekolah baru juga sama. Pada saat wisuda banyak siswa ngomel karena ngapain bayar toga cuma buat dipakai sekali saja, boros.
Saya terus terang memang gak setuju acara wisuda mewah-mewahan, tapi yang punya sekolah kan bukan saya dan pada akhirnya harus mengikuti pemilik modal. Acara wisuda tetap berlangsung namun setelah itu komen-komen pedas bermunculan dari siswa dan orang tua.
Jadi berdasarkan pengalaman saya, maka saya setuju wisuda seperti anak kuliahan itu gak perlu pada jenjang sekolah. Cukup acara seremoni biasa dan tak perlu pakai toga dan tek-tek bengek lain.
Lebih baik uang wisuda ditabung buat pendaftaran kuliah atau kebutuhan awal perkuliahan lain yang pastinya lebih besar. Ingat inflasi biaya pendidikan 10%an per tahun dan budaya hemat perlu ditanamkan dan dipraktikkan.
Mahasiswa yang telah berjuang menyelesaikan skripsi, tesis, desertasi dan mempertahankannya dalam sidang maka ia berarti telah menjadi seorang yang handal dan berhak diwisuda.
Akan tetapi saat ini wisuda menjadi kegiatan yang dilakukan oleh semua jenjang mulai dari TK, SD, SMP dan SMA.
Saya sendiri heran mengapa hal ini bisa terjadi, karena menurut hemat saya tidak perlu dan terkesan boros biaya. Saya pun tidak pernah melakukan sesi wisuda dari SD, SMP, SMA dan hanya acara biasa saja tanpa harus siapin toga lah dll yang hanya sekali pakai saja.
Dilihat dari sisi hukum memang ada permendikbud (no 5 Tahun 2015) yang menjelaskan bahwa kriteria kelulusan peserta didik dan penyelenggaraannya tanpa menyentuh anak-anak itu harus mengikuti berbagai kegiatan wisuda pada tiap jenjang PAUD, SD, SMP dan SMA.
Jadi simpulannya memang wisuda pada jenjang sekolah boleh dilakukan namun tentu harus dipertimbangkan dulu dan dirundingkan dengan komite sekolah.
Kalau untuk sekolah yang berkelas borju mungkin semua orang tuanya mampu untuk membayatr biaya wisuda, namun untuk sekolah yang biasa-biasa saja pasti ada beberapa orang tua yang keberatan.
Wisuda gak perlu di tingkat sekolahan |
Saat itu penasihat yayasan yang kebetulan mantan paspampres ngomelin guru depan siswa dan orang tua siswa karena acara wisuda telat. Saya sebagai guru merasa jengkel, gila depan orang tua dimarahin disalahin.
Kami ini guru yang mendidik anak-anak hingga bisa sampai lulus, goblok tenan alias janchuk dalam hati ini orang. Harga diri saya sebagai guru terhina dengan dimaki depan orang tua pada acara sebesar wisuda. Jadi memang menurut saya wisuda itu buang-buang duit saja dan acara gaya-gayaan saja.
Kedua nih setelah saya resign dari sekolah sebelumnya, di sekolah baru juga sama. Pada saat wisuda banyak siswa ngomel karena ngapain bayar toga cuma buat dipakai sekali saja, boros.
Saya terus terang memang gak setuju acara wisuda mewah-mewahan, tapi yang punya sekolah kan bukan saya dan pada akhirnya harus mengikuti pemilik modal. Acara wisuda tetap berlangsung namun setelah itu komen-komen pedas bermunculan dari siswa dan orang tua.
Jadi berdasarkan pengalaman saya, maka saya setuju wisuda seperti anak kuliahan itu gak perlu pada jenjang sekolah. Cukup acara seremoni biasa dan tak perlu pakai toga dan tek-tek bengek lain.
Lebih baik uang wisuda ditabung buat pendaftaran kuliah atau kebutuhan awal perkuliahan lain yang pastinya lebih besar. Ingat inflasi biaya pendidikan 10%an per tahun dan budaya hemat perlu ditanamkan dan dipraktikkan.