Halo teman-teman sekalian bagaimana kabarnya hari ini?. Semoga sehat selalu dan tetap produktif.
Judul artikel ini memang rada-rada aneh, tapi karena ide tulisan saya cuma punya itu hari ini ya sudahlah, daripada tidak nulis lagi.
Politik identik dengan kegaduhan di negara ini dan saat ini di era kebebasan demokrasi, politik menjadi sebuah komoditas.
Manusia adalah mahluk politik, memang benar tapi kalau sudah urusan politik praktis maka ini akan menjadi sangat begitu memuakkan.
Parahnya saat ini berita politik yang sering muncul di berbagai media telah menjadi sarana untuk membuat virus kebencian hingga level anak-anak-anak sekolahan.
Iya benar, anak-anak sekolahan ini kini di kelas sudah tidak ragu dan biasa lagi menjelek-jelekan salah satu tokoh politik.
Dan ini sangat terkait dengan agama dan suku, benar adanya. Saya sekarang mengajar di SMA dan saat masuk kelas sering sekali anak-anak tertentu mengumbar kebencian, dari mulai kelas yang kecil, sebuah lembaga pendidikan.
Lalu apa yang saya lakukan?. Tentu saya tegur karena di kelas ini bukan saatnya bicara politik praktis apalagi dengan cara mengumbar kebencian.
Politik yang meracuni pendidikan |
Disini saya tidak akan fokus di berita politiknya, namun lebih pada dampak panasnya politik yang sudah menyebar hingga level sekolah (siswa).
Saya yakin anak-anak melihat berita kebencian di medsos/televisi dll sehingga ia mengidentifikasi, mengadopsi, dan mengimitasinya.
Inilah dunia sekolah kita saat ini. Kebencian dari kegaduhan politik sampai ke siswa yang pada dasarnya mereka adalah anak-anak yang sedang belajar untuk menjadi seorang pemimpin yang santun dan tangguh.
Memang politik Indonesia yang panas oleh berbagai kubu dengan kasus-kasus berbau SARA yang kerap terjadi menjadi komoditas/senjata untuk menghancurkan negeri ini.
Ya itu, secara tidak langsung berita di televisi menyebar sampai ke anak-anak dan menanamkan rasa kebencian di otak mereka sejak dini.
Sungguh berbahaya sekali. Tambahan lagi, jangankan siswanya, guru-gurunya pun ikut bicara soal politik dan selalu membela apa yang satu jiwa dengan dia.
Jadilah di kantor bicara politik bukan bicara bagaimana lembaga pendidikan bisa meredam isu politik yang memecah belah bangsa.
Saya terus ingat sewaktu saya dulu remaja, belum ada handphone, medsos dll. Tidak ada ujaran kebencian terhadap suatu golongan tertentu, karena berita pada masa itu jarang sekali yang memuat ujaran kebencian.
Tidak pernah di sekolah bicara kegaduhan politik yang saya yakin bocah SMA jaman sekarang gak tahu duduk perkara sebenarnya. Mereka hanya mengucapkan apa yang ia lihat/tonton saja di media.
Media sosial memang saat ini menjadi senjata ampuh pemecah belah bangsa ini dan jika tidak segera dicari solusinya maka negara ini akan sepenuhnya dikontrol media.
Bukan kebenaran yang dicari tapi pembenaran oleh media-media tertentu yang punya kepentingan tertentu tentunya.
Gambar: disini